Sabtu, 31 Maret 2012

Jenis-jenis Wacana


Jenis-jenis Wacana
A.     Wacana Lisan dan Wacana Tulis
Berdasarkan saluran yang digunakan dalam berkomunikasi, wacana dibedakan atas wacana tulis dan wacana lisan. Wacana lisan berbeda dari wacana tulis. Wacana lisan cenderung kurang terstruktur (gramatikal),frasa benda tidak panjang, dan berstruktur topik-komen, contohnya percakapan yang terjadi antar teman yang sudah lama tak bertemu, percakan yang terjadi bersifat lebih santai. Sebaliknya wacana tulis cenderung gramatikal, menggunakan piranti hubung, frasa benda panjang, dan berstruktur subjek-predikat, contohnya terdapat dalam pidato yang mengharuskan penggunaan bahasa yang baik dan benar sesuai kaidah bahasa.
B.     Register dan Genre
Pada mulanya register digunakan oleh kelompok-kelompok profesi (pekerjaan) tertentu. Bermula dari adanya usaha orang-orang yang terlibat dalam komunikasi secara cepat, tepat, dan efisien di dalam suatu kelompok kemudian mereka menciptakan ungkapan-ungkapan khusus. Setiap anggota kelompok itu beranggapan sudah dapat saling mengetahui karena mereka sama-sama memiliki pengetahuan, pengalaman, dan kepentingan yang sama. Akibat dari interaksi semacam itu akhirnya bentuk tuturan (kebahasaannya) akan menunjukkan ciri-ciri tertentu. Sebagai contoh percakapan antar dokter yang satu dengan dokter lainnya yang misalnya sedang membicarakan tentang penyakit tertentu, maka mereka akan menggunakan istilah-istilah kedokteran dalam percakapan mereka. Sedangkan konsep genre yakni menunjuk pada variasi bahasa yang mencerminkan perubahan berdasarkan faktor-faktor situasi (seperti tempat/waktu, topik pembicaraan).
C.     Monolog, Dialog, Multipartite
Berdasarkan jumlah peserta yang terlibat pembicaraan dalam komunikasi, ada tiga jenis wacana, yaitu wacana monolog, dialog, dan multipartite. Bila dalam suatu komunikasi hanya ada satu pembicara dan tidak ada balikan langsung dari peserta yang lain, maka wacana yang dihasilkan disebut monolog. Dengan demikian, pembicara tidak berganti peran sebagai pendengar. Bila peserta dalam komunikasi itu dua orang dan terjadi pergantian peran (dari pembicara menjadi pendengar atau sebaliknya), maka wacana yang dibentuknya disebut dialog. Jika peserta dalam komunikasi lebih dari dua orang dan terjadi pergantian peran, maka wacana yang dihasilkan disebut multipartite.
D.     Wacana Terencanakan dan Tak Terencanakan
Wacana terencanakan adalah wacana yang mengacu pada konteks wacana yang berupa wacana yang sudah direncanakan praktik wacananya, contohnya dalam proses diskusi terjadi praktik wacana yang terencanakan karena bahan-bahan yang akan dibahas dalam berdiskusi telah di persiapkan sebelumnya sehingga dialog yang terjadi sesuai dengan bahan yang telah dipersiapkan. Sedangkan wacana tak terencanakan adalah wacana yang dalam konteks situasi tidak diperkirakan akan terjadi sehingga wacana tak terencanakan adalah wacana yang terjadi secara spontan, contohnya ketika Asti berjalan-jalan bersama temannya ke sebuah pusat perbelanjaan, dalam perjalan Asti melihat papan promosi harga yang menyatakan adanya diskon 50 % setiap pembelian novel tertentu di toko buku, dan Asti kemudian mengajak temannya untuk ke toko buku dan Asti bertanya pada temannya novel apa yang baik untuk dibelinya,maka terjadilah praktik wacana antara Asti dan temannya.
E.     Wacana Transaksional dan Wacana Interaksional
Wacana Transaksional adalah wacana yang lebih memperhatikan struktur isi dalam praktik berwacana, dalam hal ini interaksi antara penutur dan petutur lebih memperhatikan struktur bahasa dalam kaidah bahasa. Sebagai contoh percakapan yang terjadi dalam proses belajar-mengajar di dalam kelas yang mengharuskan penggunaan bahasa yang baku. Wacana Interaksional mempunyai definisi yaitu pandangan akan komunikasi sebagai pertukaran makna dengan adanya umpan balik yang menghubungkan sumber dan penerima pesan. Sebagai contoh misalnya, ketika orang tua Eddy menemukan Eddy tergeletak di sofa dalam keadaan mabuk, kedua orang tua Eddy langsung mengatakan perasaan mereka akan sikap Eddy ini. Protes mereka mendorong Eddy untuk beradu argumen dengan kedua orang tuanya, yang kemudian mereka mengusir Eddy dari rumah. Kejadian interaksional ini menunjukkan bahwa terdapat perpindahan komunikasi antara Eddy dan oran tuanya.

Karakteristik Analisis Wacana Kritik


Karakteristik Analisis Wacana Kritik
A.    Tindakan
Prinsip pertama, wacana dipahami sebagai sebuah tindakan. Dengan pemahaman semacam ini mengasosiasikan wacana sebagai bentuk interaksi. Dengan pemahaman semacam ini, ada beberapa konsekuensi bagaimana wacana harus dipandang. Pertama wacana dipandang sebagi sesuatu yang betujuan apakah untuk mempengaruhi, mendebat, membujuk, menyangga, beraksi, dan sebagainya. Kedua, wacana dipahami sebagi sesuatu yang diekspresikan secara sadar, terkontol. Sebagi contoh di dalam diskusi terjadi terjadi proses debat yang dilakukan secara terkontrol.
B.     Konteks
Analisis wacana kritis mempertimbangkan konteks dari wacana, seperti latar situasi, peristiwa, dan kondisi. Wacana disini di pandang diproduksi, dimengerti, dan dianalisis pada suatu konteks tertentu. Bahasa disini dipahami dalam konteks secara keseluruhan. Konteks memasukkan semua situasi dan hal yang berada diluar teks dan mempengaruhi pemakaian bahasa, seperti partisipan dalam bahasa, situasi dimana teks tersebut diproduksi, fungsi yang dimaksudkan, dan sebaginya. Sebagi contoh berbicara diruang pengadilan berbeda dengan berbicara di pasar, atau berbicara di rumah berbeda dengan berbicara diruang kelas,karena situasi sosial dan aturan yang melingkupinya berbeda, menyebabkan partisipan komunikasi harus menyesuaikan diri dengan konteks yang ada.
C.    Historis
Menempatkan wacana dalam konteks social tertentu, berarti wacana diproduksi dalam konteks tertentu dan tidak dapat dimengerti tanpa menyertakan konteks yang mneyertainya. Salah satu aspek penting untuk bias mengerti teks adalah dengan menempatkan wacana itu dalam konteks historis tertentu. Misalnya, kita melakukan analisis wacana teks selebaran mahasiswa menentang Soeharto. Pemahaman mengenai wacana teks ini hanya akan diperoleh kalau kita bias memberikan konteks historis dimana teks itu diciptakan. Bagaimana situasi social politik, suasana pada saat itu.
D.    Kekuasaan
Analisis wacana kritis juga mempertimbangkan elemen kekuasaan (power) dalam analisisnya. Di sini, setiap wacana yang muncul, dalam bentuk teks, percakapan, atau apapun, tidak dipandang sebagi sesuatu yang alamiah, wajar, dan netral tetapi merupakan bentuk pertarungan kekuasaan. Konsep kekuasaan adalah salah satu kunci hubungan antara wacana dengan masyarakat. Seperti, percakapan antara buruh dengan majikan bukanlah peercakapan yang alamiah, karena disana terdapat dominasi kekuasaan majikan terhadap buruh tersebut.
E.     Ideologi
Ideologi juga konsep yang sentral dalam analisis wacana yang bersifat kritis. Hal ini karena teks, percakapan, dan lainnya adalah bentuk dari praktk ideology atau percerminan dari ideologi tertentu. Wacana dalam pendekatan semacam ini dipandang sebagai medium melalui mana kelompok yang dominan mempersuasi dan mengkomunikasikan kepada khalayak produksi kekuasaan dan dominasi yang mereka miliki, sehingga tampak absah dan benar. Dalam teks berita misalnya, dapat dianalisis apakah teks yang muncul tersebut percerminan dari ideologi seseorang, apakah dia feminis, antifeminis, kapitalis, sosialis, dan sebagainya.

Teks, Konteks, dan Wacana


Teks, Konteks dan Wacana
Teks merujuk pada wujud konkret penggunaan bahasa berupa untaian kalimat yang mengemban proposisi-proposisi tertentu sebagai suatu keutuhan.
Unsur yang dimaksud Fowler, ada yang berada di luar bahasa tersebut merujuk kepada pemeran/partisipan atau peserta komunikasi, tujuan, dan konteks dalam perspektif kajian linguistic secara kritis, konteks tersebut meliputi konteks ujaran, konteks kebudayaan, dan konteks referensi.
Menurut Fowler Wacana merujuk pada kompleksitas aspek yang terbentuk oleh interaksi antara aspek kebahasaan sebagaimana terwujud dalam teks dengan aspek luar bahasa. Interaksi tersebut selain menentukan karakteristik bentuk komunikasi ataupun penggunaan bahasanya juga berfungsi dalam menentukan makna suatu teks.

Pendekatan Formal dan Kritis dalam Analisis Wacana


Pendekatan dalam Analisis Wacana
A.Pendekatan Formal
Pendekatan formal adalah pendekatan yang lebih mengutamakan keakuratan dan kesistematisan. Sehingga pendekatan formal dalam analisis wacana adalah pendekatan yang menitiberatkan pada analisis teks sebuah wacana. Hal ini sesuai dengan pandangan Pandangan kaum Positivisme-Empiris. Oleh penganut aliran ini, bahwa bahasa dilihat sebagai jembatan antara manusia dengan objek di luar dari dirinya. Pengalaman- pengalaman manusia dianggap secara langsung diekspresikan melalui penggunaan bahasa tanpa ada kendala atau distorsi, sejauh ia dinyatakan dengan memakai pernyataan-pernyataan logis, sintaksis dan memiliki hubungan dengan pengalaman empiris dan salah satu ciri dari pemikiran ini adalah pemisahan antara pemikiran dan realitas. Dalam kaitannya dengan analisis wacana konsekuensi logis dari pemahaman ini adalah orang tidak perlu memahami makna-makna subjektif atau nilai yang mendasari pernyataannya, sebab yang paling penting adalah apakah pernyataan itu dilontarkan secara benar menurut kaidah sintaksis dan semantic. Oleh karena itu, tata bahasa, kebenaran sintaksis adalah bidang utama dari aliran positivisme-empiris tentang wacana. Analisis wacana dimaksudkan untuk menggambarkan tata aturan kalimat, bahasa, dan pengertian bersama. Wacana lantas diukur dengan pertimbangan kebenaran/ketidakbenaran (menurut sintaksis dan sematik).

B.Pendekatan Kritis
Pendekatan kritis adalah pendekatan yang yang tidak hanya memperhatikan tentang kebenaran dan ketidakbenaran struktur sebuah wacana menurut kaidah sintaksis atau semantik, melainkan juga memperhatikan faktor-faktor lain diluar struktur teks. Hal ini didasari oleh pandangan kritis. Analisis wacana dalam paradigma ini menekankan pada konstelasi (pengontolan/peta) kekuatan yang terjadi pada proses produksi dan reproduksi makna. Individu tidak dianggap sebagai subjek yang netral yang bisa menafsirkan secara bebas sesuai dengan pikirannya, karena sangat berhubungan dan dipengaruhi oleh kekuatan sosial yang ada dalam masyarakat dan bahasa disini tidak dipahami sebagai medium netral yang terletak di luar diri sipembicara. Bahasa dalam pandangan kritis dipahami sebagai representasi (penggambaran dari pengalaman) yang berperan dalam membentuk subjek tertentu, tema-tema wacana tertentu, maupun strategi-strategi di dalamnya. Oleh karena itu analisis wacana dipakai untuk membongkar kuasa yang ada di dalam setiap proses bahasa : batasan-batasan apa yang diperkenankan menjadi wacana, perspektif yang mesti dipakai, dan topik apa yang dibicarakan. Dengan pandangan semacam ini, wacana melihat bahasa selalu terlibat dalam hubungan kekuasaan, terutama dalam membentuk subjek, dan berbagai tindakan reprenstasi (gambaran) yang terdapat dalam masyarakat. Karena memakai perspektif kritis, Analisis wacana itu juga disebut Analisis Wacana kritis (Critical Discourse Analysis).

Kohesi dan Koherensi


Kohesi dan Koherensi
Kohesi merupakan organisasi sintaktik, wadah kalimat-kalimat disusun secara padu dan padat untuk menghasilkan tuturan. Kohesi adalah hubungan antar kalimat di dalam wacana baik dalam strata gramatikal maupun dalam tataran leksikal tertentu (Gutwinsky, 1976:26).
Suatu teks atau wacana benar-benar kohesif apabila terdapat kesesuaian bentuk bahasa terhadap konteks (situasi luar bahasa). Ketidaksesuaian bentuk bahasa dengan konteks akan menghasilkan teks yang tidak kohesif (James,1980:102-104). Jadi kalau dikaitkan dengan aspek bentuk dan makna maka kohesi mengacu pada aspek formal bahasa. Aspek formal bahasa (language) yang berkaitan erat dengan kohesi ini melukiskan bagaimana caranya proposisi-proposisi saling berhubungan satu sama lain untuk membentuk teks.
Pengertian koherensi adalah kohesi perbuatan atau keadaan menghubungkan atau mempertalikan. Koherensi adalah pengaturan secara rapi, kenyataan dan gagasan, fakta dan ide menjadi suatu rangkaian yang logis sehingga mudah memahami pesan yang dikandungnya. Sehingga koherensi mengacu pada aspek ujaran yang menggambarkan bagaimana caranya proposisi-proposisi yang tersirat disimpulkan untuk menafsirkan tindak ilokusi sebagai acuan koherensi.
Sebagai contoh, terdapat kalimat Nisa dan Dinda berjalan menuju kelas sambil membawa setumpuk buku yang bersampul hijau, kemudian sesampainya mereka di kelas salah satu temannya bertanya “dari mana saja kau?”, dalam kalimat tersebut secara kohesi benar namun secara koherensi tidak dapat dimengerti sebab kalimat tersebut  ada ujaran yang tidak diketahui apa maksud dari ujarannya.